Senin, 15 September 2014

Ada Cinta Dikota Santri. #part 7

Assalamualaikum…
Akhy Dimas di kota santri
Kota para mujahid ilmu
Yang selalu bercahaya.

Afwan jika surat ini lancang saya kirim, tetapi apa daya bagi wanita lemah bak siti nurbaya diabad milinium ini.
Saya tidak mau berakhir seperti Romeo dan Juliet, yang harus tragis karena suatu perjodohan. Akhy, saya dijodohkan dengan seorang pria dari kudus namanya Ustad Fadil, dia adalah anak sahabat abah ketika masih nyantri di kudus dulu. Jujur abah menyerahkan perjodohan ini kepada saya, beliau tidak mau memaksa jika tidak setuju.
Berat sekali menolak lamaran pria ini, selain anak sahabat abah tetapi juga riwayat hidupnya sangat mengagumkan. Dia lulusan al-azhar, sekarang salah satu staf pengajaran dipesantren dan doasen tamu di UGM.
Sungguh tidak ada alasan yang tepat untuk menolaknya, saya begitu bimbang dilain sisi abah sangat berharap saya menerima pinangan ini, tetapi apakah saya mampu untuk mencintainya. Karena jujur ada ruang khusus yang telah mengisinya, yaitu cinta akan seoarang ikhwan yang rela mengorbankan diri hanya untuk menyelamatkan seorang gadis yang tak dikenalnya.
Saya mencintai akhy, jika memang akhy juga memiliki rasa yang sama, saya harap segera dihalalkan. Pinang saya, maka masalah perjodohan ini selesai.
Saya tidak berharap lebih, tetapi saya tidak cinta ini hancur dan binasa, karena sesungguhnya cinta itu suci sesuai fitrahnya.

Yang lemah tiada daya

Nurjannah

            Ada apa ini, mengapa begini? Disatu sisi apakah aku pantas dicintai anak seorang ustad dan apa yang harus aku lakukan. Seharusnya aku bangga dan bahagia karena sudah ada dua gadis soleha secara terang menyatakan cinta.
Naif! Sungguh ini pilihan berat dan tidak terasa airmata mengalir, apa yang mereka lihat dari pria yang berlumur dosa, bodoh dan miskin ini.

Apakah tidak ada yang lebih pantas untuk mereka, Andi ataupun Ustad Fadil, mungkin lebih pantas.
Dalam setiap sujudku, selalu memohon agar masalah ini segera terselesaikan dengan baik. Aku tidak ingin menyakiti hati siapapun. Aku tidak ingin nama baik ini dicap sebagai pria penjajah wanita. Astagfirullah!!!

            Lamgit pagi ini begitu cerah, entah tidak mampu mencerahkan hati yang dilanda kebimbangan. Kulihat kalender, hari ini ulang tahun ibu.
Aku segera memacu sepeda motor ke toko perhiasan, semoga kado menjadi kejutan terindah dihari istimewahnya.
Sebelum masuk, kulihat gadis berhijab. Kurasa aku mengenalnya dan ternyata benar dugaanku.
“Assalamualaikum, Akhy.”
“Waalaikumsalam,” jawabku gugup ketika dia tiba-tiba menyapa.
“Ada acara apa, kok ke toko perhiasaan? Jangan-jangan mau lamarannya,” tanyanya.
Pertanyaan itu, membuat wajahku seketika memerah seperti udang rebus. Entah dia mengerti atau tidak.
“Lamaran? Sama siapa, calonnya saja belum ada hehe,” jawabku malu-malu.
“Kalau sama Mbak Nurjannah bagaimana?” ucapnya.

Jlebb… Apakah dia mengerti akan surat itu? Tanda tanya dalam otak ini semakin besar, mengapa harus seperti ini. aku benar-benar tidak mampu menjawabnya. Bibirku keluh, sulit untuk berbicara. Kutatap wajah gadis didepanku, begitu sejuk dengan hijabnya dan aku hanya mampu tersenyum.


Bersambung….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar