Selasa, 23 Februari 2016

Pagi Baru

Pagi Baru
Oleh : Yanuari Purnawan


Seharusnya aku bisa melupakan semua itu. Menjadi diri yang baru, tanpa terusik oleh bayang masa lalu. Berkali-kali mencoba, tetapi masih saja sama. Kupandang layar ponsel, sebuah pesan darinya. Membuat pikiran tersita sementara. Sebagai humas di biro perjalanan haji dan umroh. Aku tak ingin masalah pribadi tersebut membuat pekerjaan terganggu. Aisyah, seharusnya mengerti akan kondisi ini. Atau aku sebagai lelaki yang tidak tegas mengambil keputusan.

“Permisi … Pak!”
“Iya … ada apa Rudi?” tanyaku sedikit gugup dan membuyarkan lamunan tentang Aisyah dan masa lalu.
“Ada seseorang yang mau bertanya tentang biro perjalanan haji dan umroh kita,” jawab Rudi yang merupakan salah satu staf karyawan di biro travel ini.
“Suruh dia datang ke ruang kerjaku.”
“Baik, Pak!”

 Setelah beberapa menit menunggu. Ada suara ketukan pintu dan salam dari luar. Sepertinya suara perempuan.
Assalamualaikum.”
Waalaikumsalam, silahkan masuk!” jawabku ramah. Terdengar suara ganggang pintu ditarik. Deg! Jantungku seolah berhenti berdegup. Aku masih tak percaya dengan sosok perempuan yang ada dihadapanku.
“Siska …!” teriakku kaget.
“Ridwan …!” jawabnya tak kalah kaget denganku. Sungguh ini benar-benar kebetulan atau hanya sekedar mimpi. Bukan, ini bukan mimpi! Tetapi, ini kenyataan. Dia kembali lagi dan ada dihadapanku sekarang. Beberapa saat kami terpaku dangan pikiran masing-masing.
“Tidak menyangka kita bisa ketemu lagi disini. Oh ya … bagaimana kabarnya?” sapanya memecah kebisuan diantara kami.
“Iya … Alhamdulillah baik,” ucapku sedikit grogi.
“Senang bertemu kamu kembali.” Senyum mengembang dari bibir Siska. Perkataannya seolah mengingatkanku pada kenangan masa lalu itu. Aku hanya bisa membalas dengan senyuman.
“Kamu sudah menikah lagi?” tanyanya, seketika membuat bibirku keluh untuk menjawab apa. Hanya gelengan yang mampu kulakukan, sambil menyerahkan brosur travel haji dan umroh.
“Silahkan dipilih paket mana yang sesuai keinginanmu?” ucapku tanpa mampu mampu memandang wajahnya.
“Kalau paket bulan madu, ada tidak?” Pertanyaan Siska tersebut membuatku mendongakkan kepala menatapnya.
“Tak, perlu kaget begitu. Aku sudah menikah lagi.” lanjutnya sambil menunjukan cincin pernikahan di jari manis kirinya.
“Jadi …!”
“Sejak aku bercerai dengan Ridwan. Banyak hal yang tak pernah kuketahui sebelumnya. Hingga pada suatu hari, ada seorang pria yang menawarkan tangannya untuk menuntunku menuju jalan-Nya,” terang Siska dengan binar wajah yang bahagia.
“Emm … kayaknya kamu sudah menemukan kebahagiaan sekarang!” ucapku menanggapi perkataannya.
“Semuanya juga berkat kamu.” Siska tersenyum, wajah putihnya bersemu merah.
“Maksudmu?”
“Semenjak kita memutuskan berpisah tahun lalu dan harus menjadi janda. Sungguh, sulit bagiku untuk bangkit lagi. Berbulan-bulan dalam keterpurukan. Hingga, sepupu mengajakku ke pengajian di kampusnya. Dari acara tersebut, aku memahami bahwa hidup harus berjalan terus. Lagi-lagi aku bersyukur lewat pengajian tersebut pula. Akhirnya, bisa menemukan jodohku yang saat ini,” terang Siska. Kulihat air mata menetes mambasahi pipi putih itu. Dengan ujung jilbab, dia menyekanya.
“Lalu … apa hubungannya denganku yang merupakan mantan suamimu?” kejarku penasaran. Siska hanya tersenyum lalu mengalih pandangan ke arah jendela.
“Seandainya aku tak pernah mengenalmu. Mungkin, aku tak akan pernah belajar dari kegagalan di masa lalu. Aku bersyukur atas jalan yang berliku ini. Bukankah kegagalan kemarin, belum tentu kegagalan esok. Dengan tetap bangkit lalu bergerak maju, insyaAllah kebahagian itu akan terwujud.”

Entah mengapa keterangan Siska membuat hati ini sedikit terbuka. Aku tidak boleh takut akan masa lalu yang pernah gagal. Tetapi, seharusnya aku takut, jika masih berkutat dengan bayang masa lalu.
“Oke! Aku pilih paket ini saja. Harganya lumayan dan waktunya juga cukup untuk bulan madu,” pilihnya untuk travel umroh sekaligus bulan madu seperti yang dia katakan.
“Ternyata kamu sudah lebih dewasa dari yang kukenal dulu,” pujiku sambil menatapnya sebentar.
“Setiap manusia memiliki fase untuk berbenah dan belajar. Bukankah hari selalu menawarkan pagi baru. Mengapa kita sebagai manusia tidak?” jelasnya dengan tersenyum ramah lalu bergegas meninggalkan ruanganku. Sebelum keluar, dia sempat berkata.
“Ridwan, semangat untuk bangkit dan kutunggu undangan pernikahanmu.” Aku hanya menanggapinya dengan tersenyum.

Setelah Siska keluar dari ruanganku. Buru-buru kuambil ponsel untuk mengirim pesan. Aku harus menyelesaikan masalah dengan gadis yang tak kalah cantik dan soleha dari Siska. Sudah berapa bulan ini aku menggantungkan perasaannya. Secepatnya atau tidak sama sekali. Sebuah pesan singkat terkirim ke nomor ponsel Aisyah.

“Aisyah, insyaAllah besok aku akan datang menemui orang tuamu.

Selesai

Minggu, 21 Februari 2016

Ketika Allah Mencintaiku

Ketika Allah Mencintaiku



Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (Q.S Ali ‘Imran [3] : 186)

Adakah hakikatnya jika kita hijrah menuju kebaikan maka masalah dan ujian selesai. Ternyata, tidak semudah itu. Allah dengan kekuasaannya pasti akan melihat sejauh mana batas iman kita dengan ujian yang maha dahsyat lagi. Seberapa kuat kita berjalan di atas jalan kebenaran. Seberapa ikhlas dan sabar kita ketika ujian datang bahkan lebih besar bak gelombang tsunami. Dan mampukah kita menjadi karang yang kokoh untuk tetap percaya akan segala skenario terindah-Nya.
Dulu ketika awal hijrah untuk belajar lebih baik dan taat akan perintah-Nya, ujian dalam hidup ini akan berkurang. Namun, Sang Pemilik jiwa ini jauh lebih kuasa lagi dari prasangka hamba-Nya. Ujian seakan silih berganti hinggap dan setia dalam hidupku. Satu per satu orang yang aku sayangi pergi menuju keabadian. Ibu, nenek, keponakan dan dua tanteku secara cepat telah menghadap-Nya. Bagai mimpi buruk, harta pun lenyap bak debu tertiup angin. Wussh … habis tanpa sisa.
Ingin rasanya diri ini menggugat Allah. Kenapa ya Allah di saat diri ini mendekat kepada-Mu, malah Engkau timpahkan ujian yang bahkan jauh lebih besar dan bertubi-tubi? Bisikan setan seolah bernyanyi merdu di telinga. Lihatlah, ketika kamu berhijrah ujian malah semakin dahsyat. Sudahlah kembali saja ke jalan dulu! Air mata ini seakan kering. Lagi-lagi, ada saja cara Dia menyentil diri ini yang masih rapuh.

“Apabila seorang mukmin tertimpa musibah berupa penyakit, keletihan, mual, kesedihan serta kesusahan, Allah akan melebur dosa perbuatan jeleknya dengan musibah tersebut.” (HR Muslim)

Ketika membaca hadits di atas, air mataku tumpah ruah. Kini, aku yakin skenario-Nya jauh lebih indah dari prasangka hamba-Nya. Ketika keyakinan merapuh dan bisikan setan berbisik merdu, sesegera diri ini mengingat betapa besar nikmat-Nya. Renungan buat diri ini, ujian mungkin silih berganti datang, namun bisakah kita menghitung nikmat-Nya yang begitu melimpah. Udara gratis, air yang melimpah dan akal yang sehat. Ternyata, bukan tentang seberapa besar apa yang kita dapat, tetapi seberapa besar rasa syukur dalam dada akan setiap kuasa-Nya.
Mungkin, dengan ujian yang menggunung ini adalah bentuk cinta Allah dengan cara yang berbeda. Allah suka mendengar rintahan doa-doa kita, tangis kelemahan kita dan sujud-sujud di setiap shalat kita. Astaghfirullah, betapa bodohnya jika diri ini masih harus menggugat-Nya. Tak ada lagi alasan untuk berbalik ke belakang dan mengulang kelamnya hidup. Kita tak pernah tahu berapa jatah umur kita di dunia ini. Hidayah mungkin bisa datang kembali, namun ketika hidayah datang lebih awal mengapa kita tidak menjemputnya dengan istiqomah dan tawakal.

“Dan masa (Kejayaan dan kehancuran) itu, kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran). (Q.S Ali ‘Imran [3]: 140)

Setiap yang bernyawa pasti pernah diuji, bahkan jauh lebih berat dari kita. Ketika diuji bersabar, diberi nikmat bersyukur. Pasti Allah menyelipkan hikmah dan pembelajaran dari setiap peristiwa. Baik itu suka ataupun duka. Berbaik sangka akan setiap rencana-Nya. Karena, kita tak punya hak untuk nyawa ini. Dengan ujian bertubi-tubi ini, aku menyakini karena Allah mencintaiku. Mencintai kita yang sungguh-sungguh berhijrah dalam kebaikan. Iman yang masih secuil, ilmu yang masih dangkal ini semoga tidak menuntun diri ini untuk kembali ke dalam jerat-jerat setan. Aamiin.

Kemenangan hari ini … bukanlah berarti kemenangan esok hari
Kegagalan hari ini … bukanlah berarti kegagalan esok hari
Tak ada yang jatuh dari langit dengan cuma-Cuma
Semua usaha dan doa
Kebenaran hari ini bukanlah berarti kebenaran saat nanti
Kebenaran bukanlah kenyataan
Hidup adalah perjuangan tanpa henti-henti
Usah kau menangisi hari kemarin
Hidup adalah perjuangan
Bukanlah arah dan tujuan
Hidup adalah perjalanan
(Lagu Hidup Adalah Perjuangan, Dewa 19)




Rabu, 10 Februari 2016

Cinta Tanggal Merah

Cuap-Cuap Cantik ...,

Pernahkah kalian jatuh cinta, namun waktunya tak tepat. Dan bagaimana rasanya memutuskan sesuatu yang sangat kita cintai untuk diakhiri. Galau pasti, sakit tentu. Tapi, ada satu yang harus kita patuhi yaitu perintah-Nya.

Duh ... ngomong apa ini? Sudah deh daripada aku semakin ngelantur mending baca cerita. Semoga memberikan kita sedikit pencerahan, di hari yang selalu mendung ini hehe. Jika suka silahkan di share, jika tidak, semoga tidak merusak mata anda.^^

Yuk, cap cus ke ceritanya saja, selamat menikmati seperti aku yang menikmati ketika menulisnya.

#####

Cinta Tanggal Merah
Oleh : Yanuari Purnawan



Kulirik jam tangan sudah menunjukkan pukul tiga sore. Hampir satu jam aku menunggu dengan setia di koridor sekolah. Ditambah hujan yang mulai deras. Sudah jamuran dan pegal rasanya. Kalau bukan karena janji, mungkin aku sudah pulang duluan. Mondar-mandir kayak setrikaan, hanya demi cinta.

Dari ujung mata, terlihat sesosok yang sudah lama kutunggu. Sepertinya, dia juga terburu-buru menghampiriku.
“Maafnya …! Sudah lama menunggu?” sapa Alya dengan nafas yang tersenggal-senggal. Gadis di depanku tersebut seperti habis lari marathon. Bulir keringat membasahi wajah putih dan bersih itu.
“Nggak papa kok! Malah hampir jamuran nih,” candaku sambil tersenyum melihat wajahnya yang semakin menunjukkan rasa bersalah.
“Ngambek ya?” goda Alya sambil mengedipin mata. Membuatku semakin gemas saja melihat tingkahnya.
“Kok lama sih! Memang rapat osis apa rapat paripurna?” celaku sambil berjalan beriringan menuju tempat parkir sekolah.
“Tahu deh. Belum ada titik temu buat acara pensi ulang tahun sekolah nanti.” Terlihat air mukanya kesal.

Sesampainya di tempat parkir, hujan masih setia mengguyur. Kami terpaksa menunggu hujan agak redah dulu, baru pulang. Suasana sekolah mulai sepi hanya ada aku dan Alya serta Pak Dudung, satpam sekolah. Pak Dudung sedang asyik beristirahat di posnya. Kami hanya bisa termangu di salah satu bangku dekat parkiran sepeda motor.
“Al .. aku ingin bicara sesuatu?” tanyaku memecah kebisuan. Wajah putih itu menoleh ke arahku.
“Tanya apa? Kayaknya serius,” jawabnya. Terlihat rambut hitam sebahunya, acak-acakkan terembus angin sore.
“Kamu sudah baca sms-ku tadi malam ‘kan?”
“Sudah. Tapi, aku tak mengerti maksud smsnya, Farhan!” jelasnya sambil mengeryitkan dahi.
“Yang mana, Al?”
“Cinta tanggal merah,” ucapnya sambil menatapku lekat. Bola mata itu begitu teduh, secepat mungkin kualihkan pandangan ke arah hujan. Suasana kembali bisu. Aku berusaha mencari kalimat yang tepat. Hingga tak akan ada yang tersakiti.
“Alya … aku ingin berhenti.”
“Maksudnya?” Seperti ada tanya besar dalam pikiran Alya.
“Aku ingin mengakhiri hubungan tak jelas ini,” jelasku sedikit pelan.
“Farhan! Kamu pikir hubungan ini hanya mainan saja. Jika kamu bosan tinggal cari yang lainnya gitu?” ucap Alya dengan emosi.
“Bukan begitu, Alya. Hubungan kita sudah tak wajar. Aku tak ingin menggantungkan perasaanmu dengan suatu hubungan yang tak jelas arahnya. Hanya itu alasanku.”
“Lalu! Sekarang apa yang harus kita lakukan?” Dari kelopak mata Alya, terbendung kristal hangat yang siap tumpah. Aku berusaha mengatur nafas agar lebih tenang dan tak emosi.
“Alya … cinta kita sudah tanggal merah. Harus berhenti sejenak. Usia seperti kita, bukan untuk membahas masalah cinta-cintaan, tetapi untuk berprestasi. Dan kurasa kini saatnya kita mencoba untuk berhenti lalu berbenah memantaskan diri,” terangku dengan tegas.

Kristal hangat itupun tumpah dari kelopak matanya. Kurasa, Alya bisa memahami maksudku tersebut.
“Bohong! Pasti, kamu punya cewek lain,” sanggahnya sambil terisak.
“Alya …!”

Plakk!
Sebelum aku menjelaskan kepadanya. Tamparan tersebut langsung tepat mengenai pipiku. Aku berusaha tegar dan kuat menahan emosi.
“Cukup, Farhan!” Alya langsung berlari menerobos hujan. Sepertinya hujan tak menjadi alasan untuk segera pergi dari tempat ini. Seragam putih abu-abunya basah kuyup. Bersama derai air mata, dia berlari dan menjauh dariku.

Alya maafkan aku telah melukai perasaanmu. Tetapi, inilah resiko yang harus aku ambil. Berhenti atau tidak sama sekali. Biarlah waktu yang akan menuntun cinta ini. Sekalipun bukan Alya jodohku. Aku percaya bahwa Allah, telah menyiapkan bidadari-Nya untukku. Bukan sekarang tetapi nanti, jika aku telah mampu berkomitmen lebih serius yakni menikah.

Selesai


Selasa, 09 Februari 2016

[Review] Sayap-Sayap Cinta Asma Nadia

Sayap-Sayap Cinta Asma Nadia

Judul              : Jilbab Traveler  “Love Sparks In Korea”
Penulis          : Asma Nadia
Penerbit        : AsmaNadia Publishing House
Halaman        : 380 halaman
ISBN               : 978-602-9055-39-9
Cetakan pertama, Oktober 2015.


Kali ini Asma Nadia akan mengajak pembacanya untuk berkeliling di bumi Allah yang begitu luas. Dari Nepal hingga ke negeri yang terkenal dengan drama romantisnya, yakni Korea Selatan. Berkisah tentang gadis berjilbab bernama Rania Timur Samudra yang hobi traveler. Bukan semata traveler, namun Rania juga mengeksplore keindahan tempat yang ia kunjungi melalui fotografi. Dari traveler tersebut, hobi fotografinya pun semakin diasah untuk bisa membidik foto yang indah dan berkwalitas.
Sesuai judulnya “Love Sparks In Korea” Asma Nadia menyajikan cerita cinta romantis di negeri ginseng tersebut. Perjalanan cinta Rania di bumi Allah mengantarkannya bertemu dengan sesosok laki-laki korea dengan dandanan preman bernama Hyun Geun. Laki-laki yang memiliki hobi sama dengan Rania, yakni fotografi. Berawal dari kecopetan di Nepal, hingga takdir mempertemukan mereka kembali di tanah kelahiran Hyun Geun.
Di sisi lain, seorang laki-laki yang menjadi teman lama Rania, juga menawarkan pesona cintanya tersendiri. Lelaki yang takut naik pesawat, berhasil terbang untuk membawa secercah harapan akan cinta kepada Rania. Ilhan, sosok laki-laki yang mampu membuat keajaibannya sendiri akan ketakutannya selama ini.
Buku yang menggambarkan cinta akan bumi Allah yang menakjubkan, hingga liku-liku takdir cinta gadis berjilbab yang waktu kecil sering sakit-sakitan. Walaupun pada awalnya, bisa tertebak siapa yang mampu memenangkan hati Rania dan sedikit terlalu lama alurnya hingga terasa bosan. Namun, kejutan akan cinta pertama Hyun Geun mampu menjadi penawar akan klimaks kisah dalam buku ini.
Buat para pembaca, buku ini sangat cocok untuk kalian yang hobi traveler dan fotografi. Karena, selain kisah cinta, kalian akan diberikan tips-tips traveler yang nyaman serta ilmu fotografi agar bisa membidik objek dengan akurat. Asma Nadia dengan buku “Love Sparks in Korea” mampu menerbangkan sayap-sayap cintanya yang indah dan berliku. Namun , yang pasti takdir Allah selalu penuh kejutan dan ketakjuban tersendiri bagi hamba-Nya yang senantiasa bersyukur.[]