Assalamualaikum Wr.Wb
Sahabat yang dirahmati Allah mari bergabung di fanpage saya Newton Shop Center
Semoga keberkahan selalu mengiringi langkah kita kedepannya. Aamiin
#menjual murah, mudah dan berkwalitas^^
Senin, 30 Juni 2014
Sabtu, 28 Juni 2014
I'M NOT GAY
I’M NOT GAY
Setiap manusia punya masa lalu,
kadang itu indah dan ada juga yang kelam. Masa lalu adalah hikmah untuk menjadi
lebih baik lagi. Aku tidak pernah menyangka harus tercebur dalam lembah kelam
dunia. Panggil aku Ari, seorang mahasiswa semester 4 di salahsatu universitas swasta
terkenal disurabaya. Sebagai anak korban peceraian menjadikan aku sosok pria
biseksual. Sejak Smp aku menyadari bahwa aku lebih suka pada sesama jenis. Aku
sangat kagum dengan pria yang jago dibidang olahraga, melihat mereka latihan
ataupun saat tanding membuat hatiku berdesir. Ah, aku tak mengerti tetapi
perasaan ini begitu halus menyusup kedalam hatiku.
Menginjak SMA aku lebih gila lagi.
Sebagai anggota mading, aku ditugaskan untuk meliput kegiatan-kegiatan
ekstrakulikuler sekolah salah satunya adalah basket. Alangkah bahagianya aku,
hampir setiap hari berinteraksi dengan cowok-cowok keren idolaku. Karena sering
berinteraksi membuatku dekat dengan para pemain basket, tetapi aku lebih dekat
dengan David sang kapten basket. Aku menyadari David sosok pria tampan dan
atletis, tak jarang banyak cewek naksir kepadanya. David telah mengubah duniaku
dari hanya rasa suka hingga menjadi perbuatan yang dilaknat olehNya.
Minggu hujan begitu deras mengguyur
Surabaya, hari ini aku sedang main kerumah david. Karena aku sudah akrab
dengannya tak segan aku kekamarnya. Kulihat kamarnya begitu rapi dan nyaman.
Kurebahkan tubuh ini dikasur sambil menonton TV, tiba-tiba david masuk dengan
membawa segelas susu. Lagi-lagi senyumnya membuatku berdesir halus. Dia
menyodorkan segelas susu kepadaku.
“minum
dulu biar hangat tubuhnya.”ucapnya.
“okelah
kalau begitu hehe.” Jawabku tanpa curiga sedikitpun.
Kringggg….kringgggg
Suara
jam beker seketika membangunkan tidur lelapku. Kepala terasa pusing dan tubuhku
terasa sakit semua,apalagi bagian belakangku nyeri sekali. Astaga apa yang
terjadi kepadaku. Tubuhku telanjang bulat. Kulihat disampingku david juga sama
seperti aku tanpa sehelai benangpun. Ku goyang-goyang tubuh david.
“bangun…bangun
vid, apa yang kau lakukan kepadaku.” Teriakku membangunkannya.
Sambil
mengucek matanya david hanya berkata dan tersenyum,
“kamu
sudah bangun, ternyata tubuhmu nikmat juga haha.”
Aku
bagai tersambar petir, kejadian ini benar-benar membuatku hancur dan ternoda.
Aku menjauh dari david, tetapi
perasaanku masih tetap sama menyukai seama jenis. Menginjak bangku kuliah
semakin membuatku buta akan nafsu dunia. Gara-gara kejadian bersama david
membuatku semakin gila akan dunia gelap, seperti narkoba, dugem dan seks. Kota
Surabaya menjanjikan semuanya kepadaku, tinggal dikosan membuatku bebas
melakukan segalanya. Sebagai seorang gay, aku telah banyak berkencan terutama
dengan om-om. Bukan hanya nafsu yang terpenuhi tetapi juga materi. Hidupku
penuh dengan kesenangan duniawi tetapi hati ini terasa hampa. Setiap melakukan
dosa dihatiku yang terdalam ada setitik penyesalan. Tetapi apa adanya setan
lebih lihai merayu manusia.
Malam ini aku, om doni dan
teman-temannya berpesta ria, narkoba, minumaan keras dan berujung pada pesta
seks sejenis. Aku ibarat binatang najis dan kotor mereka menurunkan dengan
paksa dijalan tol sekaligus melempar uang ratusan ribu ke mukaku. Apakah aku
sehina itu,mana harga diri ini ataukah aku hanya sampah masyarakat. Dalam
keadaan setengah sadar dan sempoyangan kupaksakan berjalan kekosan. Dingin
malam tak terasa, hanya sayatan perih disekujur tubuhku. Ya Allah aku ingin
kembali kepadaMu, aku lelah dengan semua ini. Batinku seakan berteriak aku
ingin tobat dan melangkah dijalanMU.
Ku amati sekitar kamar kosan,
sayup-sayup terdengar alunan indah ayat-ayat suci Al-quran yang dibaca samsul, teman satu kosku. Tak
terasa airmataku menetes begitu deras, sudah berapa lama aku jauh kepadaMu.
PerintahMu selalu kulanggar dan laranganMu selalu kujalani. Aku benar-benar
manusia jalang yang penuh dengan lumuran dosa, hina dan kotor. Aku ingin
kembali dan menjalani hidup seperti takdir yang Engkau gariskan. Suara adzan
subuh memecah hening dan senyapnya jiwa, seperti ada semangat baru untuk
mendekat kepadaNya. Apakah ini hidayahMu, ya Rabb. Kubasuh wajah dengan air
wudhu dan kusujudkan jiwa-raga, ada rasa tenang dan damai. Airmata penyesalan
atas segala dosa melebur dalam damainya subuh.
Aku percaya bahwa Allah tak akan
menyia-yiakan hambaNya yang ingin kembali kepadaNya. Kan kubuka lembaran baru
dalam hidupku, tak akan kulepas lagi hidayah yang datang ini karena ku takut
apakah esok aku masih bisa menghirup udara pagi. Tak mudah untuk berubah tetapi
kuyakinkan pada diri ini pasti aku bisa karena Allah selalu dihati.
Setiap ada kajian tentang agama
selalu kudatangi. Aku haus akan ilmu agama dan takut jika aku tak kuat iman
akan kembali pada masa yang kelam dulu. Bahagianya setiap kajian aku bisa
bertemu dan berkenalan dengan orang-orang soleh tak terkecuali sahabat yang
selalu menemaniku untuk belajar agama, samsul. Tak terasa hari berganti hari,
minggu berganti minggu aku merasa hidupku jauh lebih baik dan tenang. Tetapi
akhir-akhir ini kesehatanku turun, atas usulan samsul kuberanikan cek-up ke
dokter. Dirumah sakit aku cek darah, ketakutan akan hasil yang buruk membayangi
pikiranku. Kucoba menatap luar, langit mendung dan gerimis. Suster mengantar
hasil lab. Ketika dokter membacakan hasilnya, dunia sekan runtuh dan kematian
seakan ada didepan. Tidak! Pasti ini salah, tidak! ini tidak mungkin. Ya Allah
baru kemarin kurasakan hidayahMu mengapa sekarang Kau beri ujian baru dalam
hidup ini.
Bagai mayat hidup, dalam perjalanan
pulang tak terasa butiran airmata mengalir begitu saja. Teringat ucapan dokter
tadi “maaf mas, hasilnya diluar kuasa kami. Mas terjangkit virus Hiv/Aid. Aku
tak ingin terpuruk, aku harus bangkit teringat kalimat saat mengikuti kajian
jangan bersedih Allah bersama kita. Dalam setiap sujudku selalu ku panjatkan
do’a kuatkan aku dalam menghadapi ujianMu, ya Rabb. Hari berlalu begitu cepat
kondisiku sangat memprihatinkan kurus dan tergolek diranjang rumah sakit tak
berdaya. Sudah sepakan aku dirawat dirumah sakit, samsullah yang menjagaku. Aku
masih takut untuk menghubungi Ibu dan Adikku. Aku takut membuat mereka kecewa
dan khawatir. Tiba-tiba aku ingin megirim surat buat mereka, mungkin yang
terakhir.
Buat ibu dan adikku yang selalu
dalam lindunganNya, terimakasih telah menjadi keluarga terbaikku. Maafkan aku
yang selalu mengecewakanmu. Sekarang kusadari kalian sangat berarti, selama ini
kujauh darimu bukan karena ku benci tetapi kutakut membuat kalian malu karena
ku Gay. Sekarang lihatlah anak dan kakakmu sudah berubah dan mampu berkata I’m
not gay, saya bukan gay. Buat samsul terimakasih telah menjadi sahabat
terbaikku.
Salam cinta dari manusia berlumur
dosa Ary.
Kutatap
senja dibalik jendela, perlahan mulai hilang dan daun pun berguguran. Entah dimanakah
aku akan tinggal, nerakakah! aku tak akan kuat akan panasnya atau surgakah!
terlalu kotor akan dosa diri ini. Kututup mata kelak kita akan bertemu lagi
dihari kita dibangkitkan kembali. Terimakasih ya Allah atas cinta dan
hidayahMu.
Selesai
Jumat, 27 Juni 2014
Think Better
Think Better
Saat kita kecil
pernahkah berpikir apakah kita bisa tengkurap, merangkak, bicara hingga
berjalan. Mungkin jika kita masih berpikir, bisa gak saya tengkurap, bisa gak
saya berdiri dan berjalan. Terus kita karena sering terjatuh dan berpikir sakit,
apakah kita akan terus mencoba belajar berdiri dan berjalan. Sangat tidak
mungkin kita bisa tumbuh dan berkembang hingga saat ini jika masih berpikir
jatuh sakit ya, aku gak mau berdiri lagi.
Allah Maha Adil karena saat kita kecil kita hanya diberi
naluri tanpa keseimbangan akal pikiran. Mengapa begitu? Agar kita tidak
menyerah dan mengeluh. Ironisnya ketika kita beranjak dewasa, justru pikiran
kita merespon sesuatu dengan kata “ Tidak Mungkin”, takut untuk bergerak maju.
Otak kita sudah bisa merasakan, ternyata jatuh itu sakit ya. Males bangkit toh
pasti jatuh dan sakit lagi. Sudah nikmatin aja hidup bagai air yang mengalir,
apa adanya.
Salah kaprah sekali jika kita yang sudah punya akal
pikiran yang matang kalah dengan pikiran seorang bayi. Dipikir kita tak sehebat
waktu kita bayi, karena kita sering mengeluh, tidak bisa, takut gagal dan
lainnya yang menghambat rasa optimis kita untuk berkembang dan maju.
Sudah saatnya kita lupakan pikiran negatif, memang jatuh
itu sakit tetapi dengan kita pernah jatuh kita akan merasakan indahnya bangkit
dan kesuksesan. “ kegagalan yang sejati adalah ketika kau jatuh dan berhenti
bangkit.” Bukan hanya itu Allah juga berfirman dalam Al Quran “ dibalik
kesulitan pasti ada kemudahan.” Sudah jelaskan bahwa tidak ada kegagalan
dihidup ini yang ada kesuksesan yang tertunda.
“sebenarnya aku tak pernah gagal dalam melakukan
eksperimen, tetapi aku telah berhasil menemukan formula yang salah dalam
eksperimenku.” ( Thomas Alfa Edison ). Inilah kunci terbaik dalam diri kita
selalu berpikir positif dan bergerak maju. Jangan takut gagal karena dibalik
itu pasti ada hikmah yang besar. “Allah bersama dengan prasangka hambaNya.”
Teruslah berprasangka baik dalam menjalani hidup, semoga itu menjadi do’a dan
energi positif untuk bergerak maju.
Think
better, you are the winner, selalu percaya bahwa Allah menciptakan manusia
untuk menjadi khalifah dimuka bumi ini. sebagai muslim saatnya kita ambil
peluang tersebut dan tunjukan pada dunia “ saya muslim yang hebat, kuat dan taat”,
jangan ragu dan takut dicela, niatkan semua hanya kepadaNya insyaAllah pasti
ada jalan.
#RENUNGAN
TERUTAMA BUAT DIRI INI DAN SEMOGA BERMANFAAT BUAT SESAMA, JANGAN LUPA YANG MAU
INVESTASI AMAL SEGERA DISHARE KE SAHABAT LAINNYA…
Kamis, 26 Juni 2014
"Pisang Goreng" Menghentikan Siksa Kliwon By Joko Ade Nursiyono
Kliwon, seorang mahasiswa fakultas pengayom gelandangan
ibukota. Sosoknya yang sayup dan penuh senyum membuat ia terpandang
mahasiswa yang ramah kepribadiannya. Ia menjalani kesehariannya dengan
menghisap setiap ilmu di kampusnya, meskipun memang dasar kampus
buangan, ia bukan mahasiswa yang terpandang di kampusnya. Rutinitasnya
hanya mengaji kitab-kitab kuning ala pesantren di musholah dan masjid
sekitar kampusnya, itulah tambahannya di kala sedih dan susah, apalagi
saat jeratan kebutuhan yang terus mencekik lehernya. Ia hanya bisa
berkata, “astaghfirullah al adzim…” di dalam hatinya. Lumayan, baginya
memohon ampunan akan mendatangkan rezeki dari langit, meskipun hanya
dalam khayalannya makanan pun datang dan jatuh dari langit.
Kliwon memang sangat penyabar, meskipun ia juga memiliki sifat yang angkuh jika disakiti hatinya. Maklum, mahasiswa yang sedang labil memang seperti itulah adanya. Ia hidup di perantauan yang berhiaskan hiruk pikuk setiap waktunya, suara-suara bercampur menjadi satu adonan terus terngiang di telinganya. Namun, ia belajar untuk mencampakkan suara dan dering-dering itu demi ketenangan hidupnya.
Ia tak banyak memiliki teman, hanya segelintir teman yang baginya sangat berharga dalam hidupnya. Ia hidup bersemayamkan keprihatinan sehingga dalam kondisi apapun ia terus mencoba untuk mengungkapkan kesabarannya. Wahana yang melindungi kulitnya dari sengatan matahari berupa sebuah kosan dan kontrakan yang nomaden adanya. Hidupnya penuh kegalauan masalah ekonomi, sehingga ia harus terpaksa untuk tak menetap di satu tempat untuk bermukim dan melindungi buku dan kitab kuningnya.
Umumnya manusia kosan, tampak memang kondisinya terasa ramai dan gemerlap variasi urusan dan tema-tema pembicaraannya. Dari satu kamar, ia mendengar ini dan itu, sangat berbeda itu dan ini, meskipun ada persamaannya ini dan ini tetapi itu dan ini tidak jauh berbeda dengan ini dan itu. Pembicaraan antar kamar kos nomor satu dan kamar kos nomor dua terlihat ada beda dan kesamaannya. Tak sengaja kadang ia mencoba mengkombinasikan suara-suara tersebut sehingga menjadi alur dan latar yang sangat apik didengar, dari kamar sebelah kiri, kanan, dan depannya.
“Mas, besok ada pertandingan…..”
“…bayi kita dibelikan popok apa?, supaya bayi kita tetap sehat, seharusnya kita juga harus membelikan popoknya yang terbuat dari…”
“…semen, batako, kayu, nah, saya berencana membangunkan rumah istri saya agar…”
“…agar tenang saat ujian kalkulus, kita harus menyiapkan materi…”
“…handuk saya mana cuy, kamu lihat ndak ?, padahal ada di…”
“…got depan sangat kotor ya, harusnya pak RT harus mencanangkan program…”
“…judi teeeettt !, menjanjikan kemenangan, judi teeett ! menjanjikan…”
dan seterusnya.
Sungguh irama yang sangat kompleks bagi telinga Kliwon. Tetapi ada sesuatu yang memerlukan keikhlasan hatinya setiap saat dan setiap hari. Karena yang namanya kosan campuran itu banyak orang, maka mau tidak mau kamar mandi dan WC pun juga menjadi tempat yang umum bagi para koser. Sangat sering dan tak jarang, ia harus merelakan untuk menguras WC sebelum mandi (kamar mandi dan WC menjadi satu tempat), lantaran pada lubang pembuangan kotoran masih banyak “pisang goreng” yang mengambang. Ia awalnya sempat membuat hal itu mengernyitkan dahinya, ia awalnya tak peduli hal itu sebab bukan ia yang melakukan buang air tak bertanggunjawab. Tetapi, lama-kelamaan karena keseringan, ia mencoba untuk membersihkan dan menguras hingga bersih kotoran oknum-oknum koser. Ia mengetahui, bahwa ia tak bisa menghentikannya, ia tidak layak memberikan ceramah agama karena tak tergubris sebab bukan seorang ulama ataupun ubaru. Ia tampak sinis di awal namun menjadi adat pada prosesnya. Ia memaklumi dan memasang stereotip bahwa manusia itu tempatnya salah dan lupa sehingga “pisang goreng”nya pun lupa ia siram setelah ia defekasikan.
Kliwon melakukannya setiap ada “pisang goreng” di dalam WC kosan tersebut, ia tak bersua apalagi teriak, “WOOOOOiiiiiiiiiiii!…..siapa yang tak membersihkan WCnya ini WOOOOOOiiiiii !!!!!”, begitu, apalagi sampai keluar kata-kata kotor dari lisannya, hewan kebun binatang muncul semua, tidak. Ia menyiram “pisang goreng” yang berserakan tersebut dengan hati lapang dan penuh senyuman, meskipun bau semerbak bagaikan “parfum” ruangan kamar mandi kosan.
Itulah keprihatinan dalam hidup si Kliwon, ia tak hanya belajar dari orang lain, tetapi ia belajar bagaimana memposisikan diri terhadap tingkah laku orang lain. Ia berprinsip, ketika ia menolong orang yang seagamanya, maka ia memposisikan dirinya sebagai sesama ummat seagamanya, ketika ia menolong orang yang tak seagama dengannya, maka ia memposisikan dirinya sebagai manusia, dan jika ia menolong seekor kucing yang akan tenggelam di sungai, maka ia memposisikan dirinya sebagai sesama mahluk hidup ciptaan Tuhan.
Suatu ketika, ia terkena musibah sakit parah yang berkepanjangan. Banyak mahasiswa temannya yang berduyun-duyun menengoknya terkapar di Rumah Sakit (RS). Barhari-hari, berbulan-bulan, ia pun belum menunjukkan tanda kesembuhan, malah kesehatannya bertambah buruk.
Tepat hari Jumat Kliwon, nyawanya tak tertolong lagi. malaikat pencabut nyawa sudah mengajaknya pergi menghadap Tuhan Maha Pencipta. Teman dan dosennya amat sedih dan menyayangkan kepergiannya dari kehidupan dunia. Sebab kebaikan dan kesederhanannya dalam mengarungi hidup debagai penimba ilmu perkuliahan. Ibunya menjerit histeris, ia tak sadarkan diri mendengar kabar yang mengejutkan mengenai anaknya itu. Usia memang tak dapat menjadi ukuran waktu kapan akan mati. Setelah disemayamkan, Kliwon pun pergi dalam ruang hampa dan penuh belatung dan cacing nantinya. Ia tak mengerti apakah ia banyak berdosa atau tidak. Kemudian, tak disangka terdapat suara yang memecah bela telinganya.
“Wahai fulan, selamat datang di kampung persinggahan akhirat, ahahahahaha…”
Kliwon gemetar, ia berkeringat, ia tak bisa minum air untuk menenangkan dirinya.
“Siapa Anda ?, siapa Anda ?…”
“lhoooo, masak reeekkk, tak tahu namaku, ya sudah kenalan dulu ya…, my name is Malaikat Munkar dan ini temanku Malaikat Nakir…kami akan menyiksamu wahai fulan, jadi maafkanlah kami jika siksaan kami menyakitkan, OK ?”
Kliwon tak menyangka ada malaikat sangat baik kepadanya, mau menyiksa saja masih meminta maaf atau permisi dulu. “Wah, malaikat ini baik banget..” dalam hatinya.
“Siap-siaplah disitu, kami akan memukulmu dengan cambuk halilintar ini…ciiiaaaaaaaaaatttttt !!!,”
Tiba-tiba ada suara yang lebih besar terdengar.
“Heiii !….malaikatku, jangan siksa anak itu….”
“Sendiko Gusthi Allah, kenapa Engkau tak membolehkan kami menyiksanya ?”
“Begini, anak itu sangat ku cintai, dosanya di dunia telah kuampuni, ia sangat ikhlas membersihkan “pisang goreng” yang berserakan di WC yang diproduksi orang lain, maka daripada itulah aku mencintainya, aku menghapus segala dosanya kepadaku.”
“Oh, begitu Gusthi Allah, baiklah kami tak akan menyiksanya…”
Sontak, kuburan Kliwon terang benerang bercahaya dan semerbak bau mewangian yang sesungguhnya, ia tak menyangka kebaikan sesepele itu menjadikan sebab turunnya Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
Kliwon memang sangat penyabar, meskipun ia juga memiliki sifat yang angkuh jika disakiti hatinya. Maklum, mahasiswa yang sedang labil memang seperti itulah adanya. Ia hidup di perantauan yang berhiaskan hiruk pikuk setiap waktunya, suara-suara bercampur menjadi satu adonan terus terngiang di telinganya. Namun, ia belajar untuk mencampakkan suara dan dering-dering itu demi ketenangan hidupnya.
Ia tak banyak memiliki teman, hanya segelintir teman yang baginya sangat berharga dalam hidupnya. Ia hidup bersemayamkan keprihatinan sehingga dalam kondisi apapun ia terus mencoba untuk mengungkapkan kesabarannya. Wahana yang melindungi kulitnya dari sengatan matahari berupa sebuah kosan dan kontrakan yang nomaden adanya. Hidupnya penuh kegalauan masalah ekonomi, sehingga ia harus terpaksa untuk tak menetap di satu tempat untuk bermukim dan melindungi buku dan kitab kuningnya.
Umumnya manusia kosan, tampak memang kondisinya terasa ramai dan gemerlap variasi urusan dan tema-tema pembicaraannya. Dari satu kamar, ia mendengar ini dan itu, sangat berbeda itu dan ini, meskipun ada persamaannya ini dan ini tetapi itu dan ini tidak jauh berbeda dengan ini dan itu. Pembicaraan antar kamar kos nomor satu dan kamar kos nomor dua terlihat ada beda dan kesamaannya. Tak sengaja kadang ia mencoba mengkombinasikan suara-suara tersebut sehingga menjadi alur dan latar yang sangat apik didengar, dari kamar sebelah kiri, kanan, dan depannya.
“Mas, besok ada pertandingan…..”
“…bayi kita dibelikan popok apa?, supaya bayi kita tetap sehat, seharusnya kita juga harus membelikan popoknya yang terbuat dari…”
“…semen, batako, kayu, nah, saya berencana membangunkan rumah istri saya agar…”
“…agar tenang saat ujian kalkulus, kita harus menyiapkan materi…”
“…handuk saya mana cuy, kamu lihat ndak ?, padahal ada di…”
“…got depan sangat kotor ya, harusnya pak RT harus mencanangkan program…”
“…judi teeeettt !, menjanjikan kemenangan, judi teeett ! menjanjikan…”
dan seterusnya.
Sungguh irama yang sangat kompleks bagi telinga Kliwon. Tetapi ada sesuatu yang memerlukan keikhlasan hatinya setiap saat dan setiap hari. Karena yang namanya kosan campuran itu banyak orang, maka mau tidak mau kamar mandi dan WC pun juga menjadi tempat yang umum bagi para koser. Sangat sering dan tak jarang, ia harus merelakan untuk menguras WC sebelum mandi (kamar mandi dan WC menjadi satu tempat), lantaran pada lubang pembuangan kotoran masih banyak “pisang goreng” yang mengambang. Ia awalnya sempat membuat hal itu mengernyitkan dahinya, ia awalnya tak peduli hal itu sebab bukan ia yang melakukan buang air tak bertanggunjawab. Tetapi, lama-kelamaan karena keseringan, ia mencoba untuk membersihkan dan menguras hingga bersih kotoran oknum-oknum koser. Ia mengetahui, bahwa ia tak bisa menghentikannya, ia tidak layak memberikan ceramah agama karena tak tergubris sebab bukan seorang ulama ataupun ubaru. Ia tampak sinis di awal namun menjadi adat pada prosesnya. Ia memaklumi dan memasang stereotip bahwa manusia itu tempatnya salah dan lupa sehingga “pisang goreng”nya pun lupa ia siram setelah ia defekasikan.
Kliwon melakukannya setiap ada “pisang goreng” di dalam WC kosan tersebut, ia tak bersua apalagi teriak, “WOOOOOiiiiiiiiiiii!…..siapa yang tak membersihkan WCnya ini WOOOOOOiiiiii !!!!!”, begitu, apalagi sampai keluar kata-kata kotor dari lisannya, hewan kebun binatang muncul semua, tidak. Ia menyiram “pisang goreng” yang berserakan tersebut dengan hati lapang dan penuh senyuman, meskipun bau semerbak bagaikan “parfum” ruangan kamar mandi kosan.
Itulah keprihatinan dalam hidup si Kliwon, ia tak hanya belajar dari orang lain, tetapi ia belajar bagaimana memposisikan diri terhadap tingkah laku orang lain. Ia berprinsip, ketika ia menolong orang yang seagamanya, maka ia memposisikan dirinya sebagai sesama ummat seagamanya, ketika ia menolong orang yang tak seagama dengannya, maka ia memposisikan dirinya sebagai manusia, dan jika ia menolong seekor kucing yang akan tenggelam di sungai, maka ia memposisikan dirinya sebagai sesama mahluk hidup ciptaan Tuhan.
Suatu ketika, ia terkena musibah sakit parah yang berkepanjangan. Banyak mahasiswa temannya yang berduyun-duyun menengoknya terkapar di Rumah Sakit (RS). Barhari-hari, berbulan-bulan, ia pun belum menunjukkan tanda kesembuhan, malah kesehatannya bertambah buruk.
Tepat hari Jumat Kliwon, nyawanya tak tertolong lagi. malaikat pencabut nyawa sudah mengajaknya pergi menghadap Tuhan Maha Pencipta. Teman dan dosennya amat sedih dan menyayangkan kepergiannya dari kehidupan dunia. Sebab kebaikan dan kesederhanannya dalam mengarungi hidup debagai penimba ilmu perkuliahan. Ibunya menjerit histeris, ia tak sadarkan diri mendengar kabar yang mengejutkan mengenai anaknya itu. Usia memang tak dapat menjadi ukuran waktu kapan akan mati. Setelah disemayamkan, Kliwon pun pergi dalam ruang hampa dan penuh belatung dan cacing nantinya. Ia tak mengerti apakah ia banyak berdosa atau tidak. Kemudian, tak disangka terdapat suara yang memecah bela telinganya.
“Wahai fulan, selamat datang di kampung persinggahan akhirat, ahahahahaha…”
Kliwon gemetar, ia berkeringat, ia tak bisa minum air untuk menenangkan dirinya.
“Siapa Anda ?, siapa Anda ?…”
“lhoooo, masak reeekkk, tak tahu namaku, ya sudah kenalan dulu ya…, my name is Malaikat Munkar dan ini temanku Malaikat Nakir…kami akan menyiksamu wahai fulan, jadi maafkanlah kami jika siksaan kami menyakitkan, OK ?”
Kliwon tak menyangka ada malaikat sangat baik kepadanya, mau menyiksa saja masih meminta maaf atau permisi dulu. “Wah, malaikat ini baik banget..” dalam hatinya.
“Siap-siaplah disitu, kami akan memukulmu dengan cambuk halilintar ini…ciiiaaaaaaaaaatttttt !!!,”
Tiba-tiba ada suara yang lebih besar terdengar.
“Heiii !….malaikatku, jangan siksa anak itu….”
“Sendiko Gusthi Allah, kenapa Engkau tak membolehkan kami menyiksanya ?”
“Begini, anak itu sangat ku cintai, dosanya di dunia telah kuampuni, ia sangat ikhlas membersihkan “pisang goreng” yang berserakan di WC yang diproduksi orang lain, maka daripada itulah aku mencintainya, aku menghapus segala dosanya kepadaku.”
“Oh, begitu Gusthi Allah, baiklah kami tak akan menyiksanya…”
Sontak, kuburan Kliwon terang benerang bercahaya dan semerbak bau mewangian yang sesungguhnya, ia tak menyangka kebaikan sesepele itu menjadikan sebab turunnya Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
Rabu, 25 Juni 2014
Cinta Itu?
Aku tak pernah mengerti apa itu cinta?.
Apakah dia yang selalu bilang I Love You.
Atau dia yang selalu ingin jadi Pacar kita.
Apakah cinta itu?
Mengapa hingga kini ku tak pernah mengerti.
Cukupkah aku berteriak inilah cinta.
Hingga sukma tak lagi percaya bahwa itu cinta.
Apakah cinta itu hanya obralan nafsu dan syawat.
Ah, cinta itu tak bisa dijelaskan dengan detail.
Karena ia bukan skripsi mahasiswa.
Sudah cukup ku harus mengerti cinta.
Biar kuraba sendiri cinta itu.
Karena cinta itu aku, kamu dan semua.
( Coretan Ary Awan92 #tulisan sampah )
Langganan:
Postingan (Atom)