Rabu, 30 Juli 2014

Terima Kasih Telah Mengajarkan Semangat



Terima Kasih Telah Mengajarkan Semangat
Minggu, 17 Juni 2012 11:50 Ditulis oleh OSD



Depok mendung. Angin badai. Dalam hitungan menit, hujan angin pun menyerbu. Beberapa rumah memilih menutup pintu dan jendela rapat-rapat. Para pedagang di pinggir jalan merapikan dagangannya. Pengendara motor memilih minggir takut terkena tumbangan pohon.
Kecuali satu yang aku lihat tidak berubah dari biasanya, yaitu adik-adik itu. adik-adik yang berkokoh rapih dan berpeci, bergamis dan berjilbab, berlari semangat menuju rumah Nenek Timah dengan menggunakan payung melawan semangatnya hujan. Di rumah Nenek Timah inilah,  sudah bertahun-tahun lamanya setiap ba’da Ashar selalu banyak anak-anak yang berdatangan untuk mengaji. Sudah beberapa bulan terakhir ini, sejak break shooting, aku membantu Nenek Timah untuk mengajar adik-adik ini mengaj
“ Mbak Oki.. hujannya semangat bangeet..” teriak mereka di pintu pagar.

Aku langsung membantu mereka masuk ke rumah Nenek Timah. Baju mereka sebagian basah terkena hujan angin yang datang mendadak. Suara adzan ashar tadi pun kalah oleh derasnya hujan.
Ya, setiap sore, adik-adik itu mengaji. Tak pernah ada yang bolos, setiap hari semangatnya selalu baru. Satu hal yang selalu aku perhatikan, adalah kerapihan berbusana mereka. Meski memang tidak selalu baju baru, namun baju kokoh bagi anak laki-laki, dan jilbab bagi anak perempuan, tak pernah ketinggalan. Jika mereka sholat berjama’ah dengan jemaah di masjid (rumah Nenek Timah bersebelahan dengan masjid, sehingga adik-adik ini harus sholat di masjid terlebih dahulu, baru mengaji), terkadang kontras sekali. Orang-orang dewasa di sebelahnya malah mengenakan baju yang sekenanya untuk menghadap Allah. Sementara adik-adik nampak begitu rapi.
Setelah sholat berjama’ah rutinitas mengaji pun dimulai. Ada yang masih iqra, ada yang sudah membaca al-Qur’an. Sebagai pengajar baru, tentu aku mempelajari pola pengajaran di TPA(Taman Pendidikan Al Qur’an) ini.
Dengan jumlah murid yang sedemikian banyak, Nenek Timah tidak bisa optimal mengajar anak-anak. Walhasil hanya kuantitas yang dicapai, anak-anak sudah jauh mengajinya namun masih terbata-bata, hal tersebutlah yang membuat aku prihatin. Maka atas izin Nenek Timah, kami berbagi tugas, aku mengajar anak-anak yang al-Qur’an dan membacakan siroh (kisah hidup) Nabawi & para sahabat sedangkan Nenek Timah mengajar anak-anak Iqra’dan surat-surat serta hadits-hadits yang harus mereka hafalkan.
Mengajar anak-anak Al-Qur’an yang sudah beranjak besar pun tidak mudah, karena ternyata mereka pun belum lancar memahami dasarnya, banyak bagian di iqra yang harus dipelajari lagi. Hal tersebut membuat aku cukup letih untuk menuntunnya, yang kemudian aku mengatakan kepada mereka,
“Kalau tidak lancar, besok-besok lima baris saja ya bacanya..biar sedikit, yang penting lancar. Setuju?”mereka mengangguk, meski sambil memanyunkan bibir.
“Satu ‘ain ya Mbak Oki..”
“ Kemarin kan Mbak Oki sudah bilang, kalau tidak lancar lima baris dulu”
” Satu ‘ain Mbak.. aku sudah belajar kok di rumah..”
“ Iya Mba…satu ‘ain.. gapapa.. panjang juga..lama juga ga papa kok..” ujar yang lain mengikuti, aku pun tak bisa mengelak dan setuju.
Sekali lagi, mengajar ngaji yang belum lancar, panjang pula, bukanlah hal yang mudah. Aku  berkali-kali menarik nafas, rasanya pingin menyudahi dan dlanjutkan besok lagi. Namun adik-adik di hadapanku ini, terasa tak pernah lelah, terbata, dengan suara lantang, percaya diri, padahal bacanya masih ‘belepotan’.
“Mmm.. kurang dengung”. “bacanya panjang dong”. “ini kan ada tasydid” “masa lupa ini huruf apa” dst. Semua kritikan aku terus sampaikan selama mereka mengaji, menurutku ini tidak bisa dilanjutkan lagi. Namun adik-adik itu tetap semangat, tidak kesal atau marah, apalagi kapok. Hal inilah yang akhirnya ‘menyentil’ kesabaranku. Mereka saja, yang terbata bahkan ‘ngos-ngos’an, sangat sabar bahkan terus semangat mempelajari ayat Allah, mengapa aku yang sudah mahir malah tidak sabaran? Astaghfirullah.. Astaghfirullah.. aku terus beristighfar dalam hati, sambil memandang wajah semangat di hadapanku yang sedang khusyu’ membaca al-Qur’an.
Ipeh, siswi kelas 3, adalah murid yang terakhir mengaji sore itu, ia juga murid yang paling terbata bacaanya. Selesai membaca sampai satu ‘ain ia nampak ‘ngos-ngosan’, rambut-rambut poni keluar dari jilbabnya, namun ia tersenyum bangga. Dengan senangnya ia berkata ,
“Mba,, besok satu ‘ain lagi ya..” katanya sambil membetulkan posisi jilbab.
“aku janji deh nanti belajar dulu di rumah..” mukanya memohon.
“hmm.. oke! Bacaannya harus dilancarin lagi ya?” mendengar jawabanku ipeh pun bersorak. Adik-adik yang lain juga ikut bersorak.
“Pokoknya satu ‘ain ya ka…” teriak mereka sebelum pulang.
Duh Rabbi, adik-adik ini sudah memiliki target mengaji setiap hari. Meski hanya satu ‘ain, meski bacaanya sangat terbata. Terima kasih atas semangat yang kalian tularkan,, semoga Allah menyinari setiap langkah kita dengan cahaya al-Qur’an.
Depok, sore itu hujannya semangat. Namun tetap kalah dengan semangat murid-muridku.
By: OSD-2011-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar