Terima
Kasih Telah Mengajarkan Semangat
Minggu, 17 Juni 2012 11:50 Ditulis
oleh OSD
Depok
mendung. Angin badai. Dalam hitungan menit, hujan angin pun menyerbu. Beberapa
rumah memilih menutup pintu dan jendela rapat-rapat. Para pedagang di pinggir
jalan merapikan dagangannya. Pengendara motor memilih minggir takut terkena
tumbangan pohon.
Kecuali
satu yang aku lihat tidak berubah dari biasanya, yaitu adik-adik itu. adik-adik
yang berkokoh rapih dan berpeci, bergamis dan berjilbab, berlari semangat
menuju rumah Nenek Timah dengan menggunakan payung melawan semangatnya hujan.
Di rumah Nenek Timah inilah, sudah bertahun-tahun lamanya setiap ba’da
Ashar selalu banyak anak-anak yang berdatangan untuk mengaji. Sudah beberapa
bulan terakhir ini, sejak break shooting, aku membantu Nenek Timah untuk
mengajar adik-adik ini mengaj
“
Mbak Oki.. hujannya semangat bangeet..” teriak mereka di pintu pagar.
Aku
langsung membantu mereka masuk ke rumah Nenek Timah. Baju mereka sebagian basah
terkena hujan angin yang datang mendadak. Suara adzan ashar tadi pun kalah oleh
derasnya hujan.
Ya,
setiap sore, adik-adik itu mengaji. Tak pernah ada yang bolos, setiap hari
semangatnya selalu baru. Satu hal yang selalu aku perhatikan, adalah kerapihan
berbusana mereka. Meski memang tidak selalu baju baru, namun baju kokoh bagi
anak laki-laki, dan jilbab bagi anak perempuan, tak pernah ketinggalan. Jika
mereka sholat berjama’ah dengan jemaah di masjid (rumah Nenek Timah bersebelahan
dengan masjid, sehingga adik-adik ini harus sholat di masjid terlebih dahulu,
baru mengaji), terkadang kontras sekali. Orang-orang dewasa di sebelahnya malah
mengenakan baju yang sekenanya untuk menghadap Allah. Sementara adik-adik
nampak begitu rapi.
Setelah
sholat berjama’ah rutinitas mengaji pun dimulai. Ada yang masih iqra, ada yang
sudah membaca al-Qur’an. Sebagai pengajar baru, tentu aku mempelajari pola
pengajaran di TPA(Taman Pendidikan Al Qur’an) ini.
Dengan
jumlah murid yang sedemikian banyak, Nenek Timah tidak bisa optimal mengajar
anak-anak. Walhasil hanya kuantitas yang dicapai, anak-anak sudah jauh
mengajinya namun masih terbata-bata, hal tersebutlah yang membuat aku prihatin.
Maka atas izin Nenek Timah, kami berbagi tugas, aku mengajar anak-anak yang
al-Qur’an dan membacakan siroh (kisah hidup) Nabawi & para sahabat
sedangkan Nenek Timah mengajar anak-anak Iqra’dan surat-surat serta
hadits-hadits yang harus mereka hafalkan.
Mengajar
anak-anak Al-Qur’an yang sudah beranjak besar pun tidak mudah, karena ternyata
mereka pun belum lancar memahami dasarnya, banyak bagian di iqra yang harus
dipelajari lagi. Hal tersebut membuat aku cukup letih untuk menuntunnya, yang
kemudian aku mengatakan kepada mereka,
“Kalau
tidak lancar, besok-besok lima baris saja ya bacanya..biar sedikit, yang
penting lancar. Setuju?”mereka mengangguk, meski sambil memanyunkan bibir.
“Satu
‘ain ya Mbak Oki..”
“
Kemarin kan Mbak Oki sudah bilang, kalau tidak lancar lima baris dulu”
”
Satu ‘ain Mbak.. aku sudah belajar kok di rumah..”
“
Iya Mba…satu ‘ain.. gapapa.. panjang juga..lama juga ga papa kok..” ujar yang
lain mengikuti, aku pun tak bisa mengelak dan setuju.
Sekali
lagi, mengajar ngaji yang belum lancar, panjang pula, bukanlah hal yang mudah.
Aku berkali-kali menarik nafas, rasanya pingin menyudahi dan dlanjutkan
besok lagi. Namun adik-adik di hadapanku ini, terasa tak pernah lelah, terbata,
dengan suara lantang, percaya diri, padahal bacanya masih ‘belepotan’.
“Mmm..
kurang dengung”. “bacanya panjang dong”. “ini kan ada tasydid” “masa lupa ini
huruf apa” dst. Semua kritikan aku terus sampaikan selama mereka mengaji,
menurutku ini tidak bisa dilanjutkan lagi. Namun adik-adik itu tetap semangat,
tidak kesal atau marah, apalagi kapok. Hal inilah yang akhirnya ‘menyentil’ kesabaranku.
Mereka saja, yang terbata bahkan ‘ngos-ngos’an, sangat sabar bahkan terus
semangat mempelajari ayat Allah, mengapa aku yang sudah mahir malah tidak
sabaran? Astaghfirullah.. Astaghfirullah.. aku terus beristighfar dalam hati,
sambil memandang wajah semangat di hadapanku yang sedang khusyu’ membaca
al-Qur’an.
Ipeh,
siswi kelas 3, adalah murid yang terakhir mengaji sore itu, ia juga murid yang
paling terbata bacaanya. Selesai membaca sampai satu ‘ain ia nampak
‘ngos-ngosan’, rambut-rambut poni keluar dari jilbabnya, namun ia tersenyum
bangga. Dengan senangnya ia berkata ,
“Mba,,
besok satu ‘ain lagi ya..” katanya sambil membetulkan posisi jilbab.
“aku
janji deh nanti belajar dulu di rumah..” mukanya memohon.
“hmm..
oke! Bacaannya harus dilancarin lagi ya?” mendengar jawabanku ipeh pun
bersorak. Adik-adik yang lain juga ikut bersorak.
“Pokoknya
satu ‘ain ya ka…” teriak mereka sebelum pulang.
Duh
Rabbi, adik-adik ini sudah memiliki target mengaji setiap hari. Meski hanya
satu ‘ain, meski bacaanya sangat terbata. Terima kasih atas semangat yang
kalian tularkan,, semoga Allah menyinari setiap langkah kita dengan cahaya
al-Qur’an.
Depok,
sore itu hujannya semangat. Namun tetap kalah dengan semangat murid-muridku.
By:
OSD-2011-